Thursday, May 2, 2024

Cerpen Haruki Murakami: Halaman Rumput Sore Terakhir


Umurku harusnya sekitar 18 atau 19 ketika mulai memotong rumput, 14 atau 15 tahun silam. Kisah zaman baheula.

Namun, terkadang, 14 atau 15 tahun tidaklah begitu lama. Kalau kuingat-ingat, saat itulah Jim Morrison menyanyikan "Light My Fire," atau Paul McCartney dengan "The Long and Winding Road"-nya—mungkin pula keduanya bukan di tahun-tahun itu, ingatanku tentang tahun-tahun itu agak berantakan, masalahnya kedua lagu itu tidak pernah jadi hits dan itu benar-benar sudah lama sekali. Maksudku, kurasa aku sendiri tidak banyak berubah sejak saat itu.

Tidak, kutarik kata-kata itu. Aku yakin tentunya aku banyak berubah. Terlalu panjang kalau harus kujelaskan.

Oke, aku sudah berubah. Dan perubahan-perubahan ini terjadi selama kurun 14, atau 15 tahun terakhir.

Di lingkunganku —aku baru saja pindah ke sana— ada SMP Negeri, dan setiap aku keluar baik untuk belanja atau jalan-jalan, aku pasti melewatinya. Jadinya aku selalu melihat anak-anak SMP, entah mereka berolahraga, menggambar atau hanya bermain-main. Bukannya aku suka melihat mereka; tapi memang tidak ada hal lain untuk dilihat. Bisa saja sih aku melihat deretan pohon sakura di sebelah kanan, tapi ya, mending melihat anak-anak SMP.

Maka seiring berjalannya waktu, dengan melihat anak-anak SMP ini setiap hari, suatu hari aku tersadar. Mereka semua baru berusia 14 atau 15. Bagiku itu fakta yang menarik, sesuatu yang mengejutkan. Empat belas atau lima belas tahun yang lalu, mereka bahkan belum lahir; jika pun sudah, mereka tidak lebih dari gumpalan daging merah muda setengah sadar. Dan di sinilah mereka sekarang, sudah memakai bra, masturbasi, mengirim kartu pos kecil bodoh ke DJ, merokok di belakang ruang olahraga, menulis FUCK di tembok orang dengan cat semprot merah, membaca—mungkin—War and Peace. Fiuh, untunglah itu sudah berlalu.

Aku beneran. Fiuh.

Aku, 14 atau 15 tahun yang lalu, memotong rumput.


***

Thursday, August 10, 2023

Cerpen Haruki Murakami: Komunike* Kanguru


Cerpen haruki murakami komunike kanguru


Hai apa kabar?

Pagi ini saya ke kebun binatang dekat rumah untuk melihat kanguru. Bukan kebun binatang yang besar, tapi entah bagaimana mereka berhasil mengumpulkan hampir semua jenis binatang - mulai dari gorila hingga gajah. Tetapi jika apa yang Anda cari adalah seekor llama atau trenggiling, maka Anda sebaiknya tidak pergi ke sana. Tidak ada llama maupun trenggiling. Juga tidak ada impalas ataupun hyena. Bahkan macan tutul.

Akan tetapi, mereka punya empat kanguru.

Salah satunya masih bayi, lahir dua bulan lalu. Dan ada satu jantan dan dua betina. Entah bagaimana struktur keluarga empat kanguru ini.

Setiap kali melihat kanguru, saya selalu merasa aneh memikirkan bagaimana rasanya menjadi salah satu dari mereka. Untuk apa mereka melompat-lompat di sekitar tempat konyol seperti Australia? Hanya untuk dibunuh dengan tongkat canggung semacam bumerang?

Saya sungguh tidak mengerti.

Tapi, ya sudahlah. Toh bukan masalah besar.

Pokoknya, ketika sedang melihat kanguru saya mendapati diri saya ingin mengirimi Anda surat.

Anda mungkin berpikir ini agak aneh. Mungkin Anda akan bertanya-tanya, “Mengapa kamu ingin mengirimiku surat setelah melihat kanguru? Apa hubungannya kanguru denganku?" Tapi tolong jangan terlalu merisaukannya. Tidak ada apa-apa. Kanguru adalah kanguru dan Anda adalah Anda.

Maksud saya begini:

Ada 36 langkah rumit antara kanguru dan Anda, dan kalau saya ikuti langkah-langkah ini satu per satu dalam urutan yang benar, saya akan sampai di tempat Anda berada. Hanya itu yang bisa saya katakan. Bahkan seandainya saya mencoba menjelaskan semua langkah ini satu per satu, saya tidak yakin Anda bisa mengerti dan lagipula saya sendiri bahkan tidak bisa mengingatnya.

Karena semuanya ada 36!

Seandainya satu saja dari langkah-langkah ini kacau, saya tentu tidak akan mengirimi Anda surat ini. Bisa saja, saya malah tiba-tiba memutuskan berada Samudera Antartika meluncur di punggung paus sperma. Atau mungkin saja saya justru membakar kios rokok di dekat sini.

Nah, dipandu oleh susunan 36 kebetulan ini, di sinilah saya, mengirimi Anda surat.

Aneh, bukan?


*

Friday, August 4, 2023

Cerpen Haruki Murakami: Orang Ketujuh

Cerpen Haruki Murakami: Orang Ketujuh


"Sebuah ombak besar hampir menghanyutkanku," kata orang ketujuh, nyaris berbisik. "Ini terjadi pada suatu sore bulan September ketika aku berusia sepuluh tahun."

Pria itu adalah yang terakhir bercerita malam itu. Jarum jam telah melewati pukul sepuluh. Kelompok kecil yang berkerumun dalam lingkaran bisa mendengar angin merobek kegelapan di luar, menuju ke barat. Angin itu mengguncang pepohonan, menggetarkan jendela, dan berlalu melewati rumah terujung meninggalkan lengkingan terakhirnya menuju kegelapan malam.

"Itu adalah ombak paling besar yang pernah kulihat dalam hidupku," katanya. "Sebuah ombak yang aneh. Raksasa sesungguhnya."

Dia berhenti sejenak.

"Ombak itu hanya muncul sebentar saja, tapi di tempatku, ombak itu menelan segala sesuatu yang paling berarti bagiku dan menghanyutkannya ke dunia lain. Aku butuh bertahun-tahun untuk menemukannya lagi dan pulih dari pengalaman itu—tahun-tahun berharga yang tidak pernah bisa digantikan."

Orang ketujuh itu tampaknya berusia pertengahan lima puluhan. Dia adalah seorang pria kurus, tinggi, dengan kumis, dan di sebelah mata kanannya ada bekas luka pendek namun dalam yang mungkin disebabkan oleh tusukan pisau kecil. Rambut pendeknya dipenuhi uban di sana sini, tampak kusam dan kaku. Ekspresi wajahnya seperti orang yang kesulitan menemukan kata-kata yang mereka butuhkan. Dalam kasusnya, ekspresi itu tampaknya sudah ada sejak lama sebelumnya, seolah-olah itu adalah bagian dari dirinya. Pria itu mengenakan kemeja biru sederhana di bawah mantel wol abu-abu, dan sesekali tangannya memegang kerah mantel itu. Tidak satu pun dari mereka yang berkumpul di sana yang tahu namanya atau pekerjaannya. 

Dia berdehem pelan, dan untuk beberapa saat kata-katanya seolah menghilang dalam keheningan. Yang lainnya menunggunya untuk melanjutkan.

"Dalam kasusku, itu adalah ombak," katanya. "Bagi masing-masing Anda mungkin itu dalam bentuk lain, dan tentunya aku tidak mungkin tahu itu apa. Tetapi dalam kasusku, itu sekonyong-konyong muncul dalam bentuk ombak raksasa. Dan itu sangat menghancurkan."


***

Tuesday, August 1, 2023

Cerpen Haruki Murakami: Tempat di Mana Aku Mungkin Menemukannya

cerpen haruki murakami tempat di mana aku mungkin menemukannya


"Ayah mertuaku ditabrak trem tiga tahun lalu dan meninggal," kata wanita itu, lalu jeda.

Aku tidak mengucapkan sepatah kata pun, hanya menatap matanya dan mengangguk dua kali. Selama jeda, aku melirik setengah lusin pensil di kotak pensil, memeriksa untuk mengetahui setajam apa pensil-pensil itu. Seperti seorang pegolf yang dengan hati-hati memilih klub yang tepat, aku mempertimbangkan mana yang akan digunakan, akhirnya kupilih yang tidak terlalu tajam ataupun terlalu tumpul tapi cukup pas.

"Semuanya agak memalukan," kata wanita itu.

Menyimpan pendapat untuk diriku sendiri, aku meletakkan memo di depanku dan menguji pensil dengan menuliskan tanggal dan nama wanita itu.

"Tidak banyak trem yang tersisa di Tokyo," lanjutnya. "Hampir semuanya sudah diganti dengan bus. Beberapa yang tersisa sudah seperti kenangan masa lalu, kurasa. Dan itu adalah salah satu yang membunuh ayah mertuaku." Dia menghela napas dalam diam. "Kejadian ini terjadi pada malam tanggal 1 Oktober, tiga tahun lalu. Hujan turun lebat malam itu."

Aku mencatat dasar-dasar ceritanya. Ayah mertua, tiga tahun lalu, trem, hujan lebat, 1 Oktober malam. Aku biasa sangat berhati-hati ketika menulis, jadi butuh beberapa saat untuk menyelesaikan semua ini.

Friday, March 3, 2023

Cerpen Haruki Murakami: Orang-orang TV

Orang-orang TV - Haruki Murakami


Saat itu Minggu malam ketika Orang-orang TV muncul. Pada suatu musim semi. Setidaknya, kupikir itu musim semi. Namun saat itu tidak sepanas musim semi biasanya, tapi juga tidak terlalu dingin.

Sejujurnya, musimnya tidak terlalu penting. Yang terpenting adalah itu Minggu malam.

Aku tidak suka Minggu malam. Atau lebih tepatnya, aku tidak suka segala hal yang turut muncul bersamaan dengan datangnya Minggu malam. Tanpa kecuali, setiap Minggu malam kepalaku mulai pusing dengan intensitas yang berbeda setiap kalinya. Kira-kira sepertiga atau setengah inci dari pelipisku, daging lembut berdenyut --seolah-olah ada benang tak kasat mata yang ditarik keluar oleh seseorang yang jauh di sana. Bukan karena sakit yang sangat. Seharusnya memang sangat sakit, tetapi anehnya tidak. Namun lebih seperti jarum panjang sedang mengorek area yang dibius.

Dan aku mendengar sesuatu. Bukan suara, tapi sebuah lembaran tebal kesunyian yang ditarik melalui kegelapan. KRZSHAAAL KKRZSHAAAAAL KKKKRMMMS. Begitulah indikasi awalnya. Pertama, sakit kepala. Kemudian, sedikit gangguan pada penglihatanku. Ombak kebingungan membanjiri, firasat menarik kenangan, kenangan menarik firasat. Bulan sabit tajam mengambang putih di langit, akar keraguan menggali ke bumi. Orang-orang dengan suara langkah nyaring berjalan di lorong hanya untuk menangkapku. KRRSPUMK DUWB KRRSPUMK DUWB KRRSPUMK DUWB.

Semua kondisi itu cukup menjadi alasan bagi Orang-orang TV untuk memilih Minggu malam sebagai waktu kemunculan. Layaknya suasana hati melankolis, atau hujan yang diam-diam jatuh, mereka menyelinap ke dalam waktu tertentu yang gelap itu.


***

Saturday, February 18, 2023

Cerpen Haruki Murakami: Kurcaci Menari

kurcaci menari - haruki murakami


Seorang kurcaci masuk ke dalam mimpiku dan memintaku menari.

Meskipun aku tahu itu adalah mimpi, saat itu dalam mimpiku aku merasa sangat lelah seperti yang aku rasakan di kehidupan nyata. Dengan sopan, aku menolak ajakannya. Namun, kurcaci tersebut tidak tersinggung dan malah menari sendiri. 

Ia meletakkan alat pemutar piringan hitam portabel di tanah dan menari mengikuti irama musik yang diputar. Beberapa piringan hitam tersebar di sekitar alat pemutar itu. Aku mengambil beberapa piringan hitam dari tempat yang berbeda di tumpukan itu. Itu adalah rekaman musik-musik yang memang ada pada kenyataan, seolah-olah kurcaci tersebut memilih dengan mata tertutup, meraih apa pun yang dipegangnya. Dan tidak satu pun rekaman yang sesuai dengan covernya. Kurcaci itu akan mengambil rekaman yang belum selesai dimainkan dari pemutar, melemparnya ke tumpukan tanpa mengembalikannya ke covernya, kehilangan jejak rekaman yang mana, dan kemudian menaruh rekaman di cover secara acak. Ada rekaman Rolling Stones dalam cover Glenn Miller, rekaman chorus Mitch Miller dalam cover Daphnis and Chloe karya Ravel.

Namun, semua kebingungan ini tampaknya tidak masalah bagi si kurcaci. Selama ia dapat menari sesuai dengan lagu yang diputar, ia merasa puas. Saat ini, ia menari mengikuti rekaman Charlie Parker yang berada dalam cover berlabel Great Selections for the Classical Guitar. Tubuhnya berputar seperti tornado, menyerap gulungan liar dari nada yang mengalir dari saksofon Charlie Parker. Sambil makan buah anggur, aku menontonnya menari.

Keringat berkucuran dari tubuhnya. Setiap ayunan kepalanya membuat tetesan keringat melayang dari wajahnya; setiap gelombang tangannya menembakkan aliran keringat dari ujung jarinya. Tapi tidak ada yang bisa menghentikannya. Ketika rekaman berakhir, aku menaruh mangkuk anggurku dan memutar rekaman baru. Dan ia terus menari.

"Kamu penari yang hebat," seruku padanya. "Kamu adalah musik itu sendiri."

"Terima kasih," jawabnya dengan sedikit ketegasan.

"Apakah kamu selalu menari seperti ini?"

"Cukup sering," katanya.

Lalu si kurcaci melakukan putaran yang indah di ujung kaki, rambutnya yang bergelombang mengalir ditiup angin. Aku bertepuk tangan. Aku belum pernah melihat tarian yang sangat terampil sepanjang hidupku. Kurcaci itu memberikan hormat saat lagu berakhir. Dia berhenti menari dan mengelap keringatnya. Jarum terangkat dari piringan hitam. Aku meraih dan mematikan pemutar piringan hitam tersebut. Aku memasukkan rekaman ke dalam cover kosong yang ada di depanku.

"Aku kira kamu tidak punya waktu untuk mendengar kisahku," kata si kurcaci, melirikku. "Ini panjang."

Aku tidak yakin bagaimana menjawabnya, jadi aku mengambil anggur lagi. Waktu bukanlah masalah bagiku, hanya saja aku tidak terlalu ingin mendengar kisah hidup panjang dari seorang kurcaci. Selain itu, ini adalah mimpi. Itu bisa menguap kapan saja.

Daripada menunggu jawabanku, si kurcaci mengeluarkan jari-jarinya dan mulai berbicara. "Aku berasal dari daerah utara," katanya. "Di utara, mereka tidak menari. Entah bagaimana. Mereka bahkan tidak menyadari bahwa itu adalah sesuatu yang bisa dilakukan. Tapi aku ingin menari. Aku ingin menghentakkan kaki dan melambaikan lenganku, menggoyangkan kepalaku dan berputar-putar. Seperti ini."

Kurcaci itu menghentakkan kakinya, melambaikan lengannya, menggoyangkan kepalanya, dan berputar-putar. Setiap gerakan masing-masingnya cukup sederhana, tetapi kombinasi keempat gerakan itu menghasilkan keindahan gerakan yang luar biasa, meledak dari tubuh kurcaci sekaligus, seperti ledakan sebuah bola cahaya.

"Aku ingin menari seperti ini. Jadi aku datang ke selatan. Aku menari di kedai minum. Aku menjadi terkenal, lalu menari di hadapan sang raja. Itu sebelum revolusi, tentu saja. Setelah revolusi pecah, raja meninggal, seperti yang kamu tahu, lalu aku diasingkan dari kota dan hidup di hutan."

Kurcaci itu pergi ke tengah-tengah tempat terbuka dan mulai menari lagi. Aku memutar piringan hitam. Itu adalah rekaman lama Frank Sinatra. Si kurcaci menari, menyanyikan "Night and Day" bersama Sinatra. Aku membayangkan dia menari di depan tahta. Lampu kristal yang berkilauan dan wanita-wanita cantik, buah-buahan eksotis dan tombak-tombak panjang pengawal kerajaan, kasim yang gemuk, raja muda dengan jubah bertabur permata, si kurcaci yang basah kuyup oleh keringat tetapi menari dengan konsentrasi yang tak tergoyahkan: Saat aku membayangkan adegan yang indah itu, aku merasa bahwa kapan saja dentuman meriam revolusi akan bergema dari kejauhan.

Kurcaci itu terus menari, dan aku mengunyah buah anggurku. Matahari terbenam, menutupi bumi dengan bayangan hutan. Seekor kupu-kupu hitam raksasa sebesar burung melintasi lapangan dan lenyap ke dalam kedalaman hutan. Aku merasakan dinginnya udara malam. Aku tahu bahwa itu waktunya untuk mimpiku meleleh.

"Kurasa aku harus pergi sekarang," kataku pada si kurcaci.

Dia berhenti menari dan mengangguk diam.

"Aku senang menontonmu menari," kataku. "Terima kasih banyak."

"Sama-sama," kata kurcaci itu.

"Aku tidak tahu apakah kita akan bertemu lagi," kataku. "Jaga dirimu baik-baik."

"Jangan khawatir," kata si kurcaci. "Kita akan bertemu lagi."

"Kamu yakin?" tanyaku.

"Oh, iya. Kamu akan kembali ke sini," kata si kurcaci sambil menggerakkan jarinya. "Kamu akan tinggal di hutan. Dan setiap hari, kamu akan menari denganku. Kamu akan menjadi penari yang sangat hebat dalam waktu singkat."

"Bagaimana kamu tahu?" tanyaku terkejut.

"Sudah diputuskan," jawabnya. "Tidak ada yang memiliki kekuatan untuk mengubah apa yang sudah diputuskan. Aku tahu bahwa kamu dan aku akan segera bertemu lagi."

Si kurcaci menatapku saat berbicara. Kegelapan semakin dalam sehingga warnanya seperti warna air laut malam.

"Nah, sampai jumpa," katanya. "Kita akan bertemu lagi."

Dia berbalik dan mulai menari lagi, sendirian.


***

Sunday, February 12, 2023

Cerpen Haruki Murakami: Carnaval

Carnaval - Haruki Murakami


Dari semua wanita yang pernah kukenal sampai sekarang, dia adalah yang paling jelek. Namun, mungkin ini tidak adil untuk mengatakannya seperti itu. Aku telah mengenal banyak wanita yang penampilannya lebih jelek. Kurasa lebih aman untuk mengatakan bahwa di antara wanita-wanita yang pernah dekat denganku selama aku hidup --mereka yang telah mengakar di dalam ingatanku-- dia memang yang paling jelek. Tentu saja, aku bisa menggunakan eufemisme dan mengatakan "paling tidak cantik" daripada "jelek", yang seharusnya lebih mudah diterima oleh pembaca, terutama pembaca wanita. Namun, aku memutuskan untuk menggunakan istilah yang lebih langsung (dan agak brutal) di sini, karena hal ini lebih menangkap esensi siapa dia sebenarnya.

Aku akan menyebutnya F*. Ada beberapa alasan mengapa sebaiknya tidak mengungkapkan nama aslinya. Ngomong-ngomong, nama aslinya sama sekali tidak ada hubungan dengan F ataupun *.

Mungkin F* akan membaca cerita ini di suatu tempat. Memang dia sering mengatakan bahwa dia hanya tertarik pada karya-karya penulis wanita yang masih hidup, tapi bukan mustahil dia akan menemukan tulisan ini. Dan jika dia menemukannya, dia pasti akan menyadari kalau itu adalah dirinya. Meskipun hal itu terjadi, aku sangat meragukan bahwa pernyataanku "Dari semua wanita yang pernah kukenal sampai sekarang, dia adalah yang paling jelek" akan sangat mengganggunya. Menurutku, mungkin dia bahkan akan merasa lucu. Dia lebih sadar daripada siapa pun bahwa penampilannya jauh dari menarik, atau "jelek", seperti yang kukatakan, dan bahkan menikmati itu untuk keuntungannya.

Aku tidak membayangkan ada banyak kasus seperti ini. Pertama-tama, tidak banyak wanita jelek yang menyadari bahwa mereka jelek, dan mereka yang menyadari kemudian merasa senang dengan kejelekan mereka pasti hanya sedikit sekali. Dalam hal itu, kupikir dia sangat unik. Dan itulah yang membuat orang-orang tertarik padanya. Seperti magnet menarik semua jenis logam ke dirinya sendiri --beberapa berguna, beberapa tidak.


***